Kamis, 18 Oktober 2012

kebudayaan suku Gorontalo (Propinsi Gorontalo)


1a111568
5ka32


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat).
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut


Dari latar belakang kita dapat merumuskan masalah :
1)      Bagaimana sistem religi di suku Gorontalo?
2)      Bagaimana sistem organisasi masyarakat suku Gorontalo?
3)       Bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi masyarakat suku Gorontalo?
4)      Bagaimana sistem bahasa masyarakat suku Gorontalo?
5)      Bagaimana sistem kesenian masyarakat suku Gorontalo?
6)      Bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat suku Gorontalo?

1.2              Tujuan
Dari rumusan masalah kita dapat mengetahui tujuan :
1)        Untuk mengetahui bagaimana sistem religi suku Gorontalo
2)        Untuk mengetahui bagaimana sistem organisasi masyarakat suku Gorontalo
3)        Untuk mengetahui bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi masyarakat suku Gorontalo
4)        Untuk mengetahui bagaimana sistem bahasa masyarakat suku Gorontalo
5)        Untuk mengetahui bagaimana sistem kesenian masyarakat suku Gorontalo
6)         Untuk mengetahui bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat suku Gorontalo

BAB II

PEMBAHASAN
Kebudayaan Suku Gorontalo
Umumnya, orang Gorontalo hidup bertani. Sebagian kecil bergerak di bidang perdagangan eceran. Mereka terbilang ulet dalam lapangan ini. Di bidang kerajinan, mereka memproduksi rotan, kursi batang kelapa, anyaman tikar dan sebagainya. Ada pula daerah yang menjadi obyek pariwisata, seperti Danau Limboto dan beberapa benteng dari jaman penjajahan. Sebagai sarana penunjang pariwisata, telah dibangun sejumlah hotel dan motel di sepanjang jalan raya. penarikan garis keturunan dilakukan dari pihak ayah dan ibu (bilateral). Dalam keluarga inti (ngala'a), anak memperlihatkan hubungan sungkan terhadap ayahnya. Anak tidak bisa bergurau dengan ayahnya, melainkan harus terjadi taat dan sopan. Sifat hubungan semacam ini terjadi pula terhadap saudara laki-laki ayah dan ibu. Sedangkan seseorang tampak lebih bebas berhubungan denga nenek atau kakeknya. Hubungan yang sifatnya bebas ini terjadi juga dengan saudara sepupu. Sebaliknya, dengan para ipar terjadi hubungan sungkan.

Bahasa Gorontalo terbagi atas tiga dialek, yaitu dialek Gorontalo, Bolango dan Suwawa. Saat ini, dialek yang umum dipakai adalah dialek Gorontalo.

                                   1.1 gambar rumah adat gorontalo

2.1              Sistem religi atau keagamaan Suku Gorontalo        
Orang Gorontalo hampir seluruhnya beragama Islam, yang masuk pada abad ke-16. Namun, mereka masih mempercayai makhluk-makhluk halus (motolohuta) dan kekuatan gaib (hulobalangi). Sebagian beranggapan makam para orang sakti dahulu adalah keramat. Upacara tradisional terkait dengan kepercayaan akan adanya makhluk-makhluk yang mendiami alam raya ini, meliputi upacara untuk kesuburan tanah, menolak wabah penyakit, gerhana bulan, membuka hutan dan minta hujan. Alat-alat yang dipakai untuk perlengkapan upacara harus lengkap. Tiap alat tersebut menunjukkan lambang religio magis. Bau asap kemenyan yang dibakar yang merupakan makanan setan, dianggap memiliki kekuatan menolak penyakit atau bencana sehingga melambangkan keamanan hidup masyarakat. Gendang hanya bisa dibunyikan dalam upacara memanggil stan. Jika di luar itu, mereka menganggap para setan akan berdatangan memberikan bencana dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, kain merah yang menjadi ikat kepala para pelaksana upacara mewakili kawan setan. Karena itu, kalau dipakai sembarang orang memiliki daya magis yang dapat membawa penyakit atau bencana yang akan menimpa penduduk. Itulah sebabnya, jarang ditemukan pakaian warna merah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara tradisional orang Gorontalo.
2.2              Sistem Organisasi Masyarakat
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini
Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang
Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
§  Pohala'a Gorontalo
§  Pohala'a Limboto
§  Pohala'a Suwawa
§  Pohala'a Boalemo
§  Pohala'a Atinggola
Pohala'a Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol di antara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

2.3              Sistem Pengetahuan dan teknologi
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanianpaling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik)
2.3       Sistem sosial
organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum , yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara . Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
-Bahasa
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus.Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi , dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan danteknologi .
-Kesenian
            Gorontalo sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian adat. 
Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, zamrah, dan Tari Langga.   
Sedangkan lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang ), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta
Alat musik tradisional yang dikenal di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari Arab).
-Rumah Adat 
Gorontalo memiliki rumah adatnya  sendiri, yang disebut Bandayo Pomboide  dan Dulohupa .
 Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Dulohupa terletak di di Kelurahan Limba U-2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.Akan tetapi, rumah adat Dulohupa yang satu ini kini tinggal kenangan karena sudah diratakan dengan tanah. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau. 

-Nuansa warna untuk Masyarakat Gorontalo
Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna atau lambang tertentu.Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo berarti 'keberanian dan tanggung jawab; hijau berarti' kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan '; kuning emas berarti' kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran '; sedangkan warna ungu berarti' keanggunanan dan kewibawaan '. 
Pada umumnya masyarakat adat Gorontalo enggan mengenakan pakaian warna coklat karena coklat melambangkan 'tanah'. Karena itu, bila mereka ingin mengenakan pakaian warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang berarti 'keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa'.Warna putih berarti 'kesucian atau kedukaan'.
Karena itu, mayarakat Gorontalo lebih suka mengenakan warna putih bila pergi ke tempat perkabungan atau kedukaan atau ke tempat ibadah (masjid).
Biru muda sering dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dibebankan peringatan 100 hari duka.
 Sedangkan Bili'u berasal dari kata bilowato artinya 'yang diangkat ', yakni sang gadis diangkat dengan memperlihatkan ayuwa (sikap) dan Popoli (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaanya di lingkungan keluarga. Pakaian ini dipakai pada waktu pengantin duduk bersanding di pelaminan yang disebuat pu'ade atau tempat pelaminan.Kemudian pengantin mengenakan pakaian Madipungu dan Payunga Tilambi'o, yaitu pakaian pengantin wanita tanpa Bayalo Bo "Ute atau hiasan kepala, cukup pakai konde dengan hiasan sunthi dan pria memakai Payunga Tilambi'o.
Yang terakhir sang pengantin mengenakan Pasangan dan Payunga Tilambi'o, yaitu pakaian pengantin wanita dengan tiga perempat tangannya dipakai acara resepsi, di mana pengantin wanita bebas bersuka ria dengan sahabat-sahabat sebaya sebagai penutup acara masa remajanya.
Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan acara "Dutu", di mana kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta dengan membawakan buah-buahan, seperti buah jeruk, nangka, nanas, dan tebu. Setiap buah yang dibawa juga punya makna tersendiri, misalnya buah jeruk bermakna bahwa 'pengantin harus merendahkan diri', duri jeruk bermakna bahwa 'pengantin harus menjaga diri', dan rasanya yang manis bermakna bahwa 'pengantin harus menjaga tata kerama atau bersifat manis supaya disukai orang .Nenas, durinya juga berarti bahwa pengantin harus menjaga diri, dan begitu pula rasanya yang manis. Nangka dalam bahasa Gorontalo Langge lo olooto, yang berbau harum dan berwarna kuning emas memiliki arti bahwa pengantin tersebut harus memiliki sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna kuning berarti bahwa pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam pendirian.

BAB III

PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Kebudayaan Gorontalo memiliki ragam budaya yang memiliki potensi besar bagi kekayaan kebudayaan Indonesia Suku Gorontalo memiliki beragam budaya seperti tari, alat musik tradisional, adapt istiadat, upacara keagamaan, rumah adapt, pakaian adat.
Dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo berarti 'keberanian dan tanggung jawab; hijau berarti' kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan '; kuning emas berarti' kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran '; sedangkan warna ungu berarti' keanggunanan dan kewibawaan '.
 3.2      Saran
      Keaekaragaman kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan Suku Gorontalo harus senantiasa kita jaga dan kita lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada tiap-tiap generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia. Perlu diadakannya penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan perkembangan kebudayaannya.

Daftar Pustaka

http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-gorontalo-sulawesi.html
http://renoldamin.blogspot.com/2009/12/hubungan-antara-unsur-unsur-kebudayaan.html
http://kresnasaputra.blogspot.com/2012/03/suku-gorontalo.html


Sumber : http://rahman-ciblog.blogspot.com/2013/04/cara-membuat-judul-blog-bergerak-satu.html#ixzz2TNrK6N2D