1a111568
5ka32
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk
yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat).
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan
Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan
pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau,
Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya
terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut
Dari latar belakang kita dapat
merumuskan masalah :
1)
Bagaimana sistem
religi di suku Gorontalo?
2)
Bagaimana sistem
organisasi masyarakat suku Gorontalo?
3)
Bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi
masyarakat suku Gorontalo?
4)
Bagaimana sistem
bahasa masyarakat suku Gorontalo?
5)
Bagaimana sistem
kesenian masyarakat suku Gorontalo?
6)
Bagaimana sistem
mata pencaharian masyarakat suku Gorontalo?
1.2
Tujuan
Dari rumusan
masalah kita dapat mengetahui tujuan :
1)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem religi suku Gorontalo
2)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem organisasi masyarakat suku Gorontalo
3)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi masyarakat suku Gorontalo
4)
Untuk mengetahui bagaimana
sistem bahasa masyarakat suku Gorontalo
5)
Untuk mengetahui
bagaimana sistem kesenian masyarakat suku Gorontalo
6)
Untuk mengetahui bagaimana sistem mata pencaharian
masyarakat suku Gorontalo
BAB II
PEMBAHASAN
Kebudayaan Suku Gorontalo
Umumnya,
orang Gorontalo hidup bertani. Sebagian kecil bergerak di bidang
perdagangan eceran. Mereka terbilang ulet dalam lapangan ini. Di
bidang kerajinan, mereka memproduksi rotan, kursi batang kelapa, anyaman tikar
dan sebagainya. Ada pula daerah yang menjadi obyek pariwisata, seperti
Danau Limboto dan beberapa benteng dari jaman penjajahan. Sebagai sarana
penunjang pariwisata, telah dibangun sejumlah hotel dan motel di sepanjang
jalan raya. penarikan garis keturunan dilakukan dari pihak ayah dan ibu
(bilateral). Dalam keluarga inti (ngala'a), anak memperlihatkan hubungan
sungkan terhadap ayahnya. Anak tidak bisa bergurau dengan ayahnya,
melainkan harus terjadi taat dan sopan. Sifat hubungan semacam ini terjadi
pula terhadap saudara laki-laki ayah dan ibu. Sedangkan seseorang tampak
lebih bebas berhubungan denga nenek atau kakeknya. Hubungan yang sifatnya
bebas ini terjadi juga dengan saudara sepupu. Sebaliknya, dengan para ipar
terjadi hubungan sungkan.
Bahasa Gorontalo terbagi atas tiga dialek, yaitu
dialek Gorontalo, Bolango dan Suwawa. Saat ini, dialek yang umum dipakai
adalah dialek Gorontalo.
1.1 gambar rumah adat gorontalo
2.1
Sistem religi atau
keagamaan Suku Gorontalo
Orang Gorontalo
hampir seluruhnya beragama Islam, yang masuk pada abad ke-16. Namun,
mereka masih mempercayai makhluk-makhluk halus (motolohuta) dan kekuatan gaib
(hulobalangi). Sebagian beranggapan makam para orang sakti dahulu adalah
keramat. Upacara tradisional terkait dengan kepercayaan akan adanya
makhluk-makhluk yang mendiami alam raya ini, meliputi upacara untuk kesuburan
tanah, menolak wabah penyakit, gerhana bulan, membuka hutan dan minta hujan. Alat-alat
yang dipakai untuk perlengkapan upacara harus lengkap. Tiap alat tersebut
menunjukkan lambang religio magis. Bau asap kemenyan yang dibakar yang
merupakan makanan setan, dianggap memiliki kekuatan menolak penyakit atau
bencana sehingga melambangkan keamanan hidup masyarakat. Gendang hanya
bisa dibunyikan dalam upacara memanggil stan. Jika di luar itu, mereka
menganggap para setan akan berdatangan memberikan bencana dalam kehidupan
masyarakat. Selain itu, kain merah yang menjadi ikat kepala para pelaksana
upacara mewakili kawan setan. Karena itu, kalau dipakai sembarang orang
memiliki daya magis yang dapat membawa penyakit atau bencana yang akan menimpa
penduduk. Itulah sebabnya, jarang ditemukan pakaian warna merah dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara tradisional orang Gorontalo.
2.2
Sistem Organisasi Masyarakat
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo
terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di
Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu
menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari
Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo
menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti
Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng)
bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan
perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini
Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang
Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang
Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan
Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai
Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan
Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang
menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka
pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat
pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling
Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli
dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
§ Pohala'a
Gorontalo
§ Pohala'a
Limboto
§ Pohala'a
Suwawa
§ Pohala'a
Boalemo
§ Pohala'a
Atinggola
Pohala'a Gorontalo merupakan pohalaa
yang paling menonjol di antara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya
Gorontalo lebih banyak dikenal.
2.3
Sistem Pengetahuan dan teknologi
Teknologi menyangkut
cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan
dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia
mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan,
atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang
berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanianpaling
sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem
peralatan dan unsur kebudayaan fisik)
2.3 Sistem sosial
organisasi sosial adalah
perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum , yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara . Sebagai makhluk yang
selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi
sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat
mereka capai sendiri.
-Bahasa
Bahasa memiliki beberapa fungsi
yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus.Fungsi bahasa secara
umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi ,
dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan
fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan
sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari
naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan danteknologi .
-Kesenian
Gorontalo sebagai salah satu suku
yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam kesenian daerah, baik tari,
lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, dan
pakaian adat.
Tarian
yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari
Danadana, zamrah, dan Tari Langga.
Sedangkan
lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah
Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah
Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang ), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan
Binde Biluhuta
Alat musik tradisional yang
dikenal di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari
Arab).
-Rumah Adat
Gorontalo
memiliki rumah adatnya sendiri, yang
disebut Bandayo Pomboide dan Dulohupa .
Rumah adat ini terletak di
tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Dulohupa
terletak di di Kelurahan Limba U-2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.Akan
tetapi, rumah adat Dulohupa yang satu ini kini tinggal kenangan karena sudah
diratakan dengan tanah. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat
bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
-Nuansa warna untuk Masyarakat
Gorontalo
Dalam
adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna atau lambang
tertentu.Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya
menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna
merah dalam masyarakat adat Gorontalo berarti 'keberanian dan tanggung jawab;
hijau berarti' kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan '; kuning
emas berarti' kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran '; sedangkan warna
ungu berarti' keanggunanan dan kewibawaan '.
Pada
umumnya masyarakat adat Gorontalo enggan mengenakan pakaian warna coklat karena
coklat melambangkan 'tanah'. Karena itu, bila mereka ingin mengenakan
pakaian warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang berarti
'keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa'.Warna putih berarti
'kesucian atau kedukaan'.
Karena
itu, mayarakat Gorontalo lebih suka mengenakan warna putih bila pergi ke tempat
perkabungan atau kedukaan atau ke tempat ibadah (masjid).
Biru muda sering dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dibebankan peringatan 100 hari duka.
Biru muda sering dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dibebankan peringatan 100 hari duka.
Sedangkan
Bili'u berasal dari kata bilowato artinya 'yang diangkat ', yakni sang gadis
diangkat dengan memperlihatkan ayuwa (sikap) dan Popoli (tingkah laku),
termasuk sifat dan pembawaanya di lingkungan keluarga. Pakaian ini dipakai
pada waktu pengantin duduk bersanding di pelaminan yang disebuat pu'ade atau
tempat pelaminan.Kemudian pengantin mengenakan pakaian Madipungu dan Payunga
Tilambi'o, yaitu pakaian pengantin wanita tanpa Bayalo Bo "Ute atau hiasan
kepala, cukup pakai konde dengan hiasan sunthi dan pria memakai Payunga
Tilambi'o.
Yang terakhir sang pengantin mengenakan Pasangan dan Payunga Tilambi'o, yaitu pakaian pengantin wanita dengan tiga perempat tangannya dipakai acara resepsi, di mana pengantin wanita bebas bersuka ria dengan sahabat-sahabat sebaya sebagai penutup acara masa remajanya.
Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan acara "Dutu", di mana kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta dengan membawakan buah-buahan, seperti buah jeruk, nangka, nanas, dan tebu. Setiap buah yang dibawa juga punya makna tersendiri, misalnya buah jeruk bermakna bahwa 'pengantin harus merendahkan diri', duri jeruk bermakna bahwa 'pengantin harus menjaga diri', dan rasanya yang manis bermakna bahwa 'pengantin harus menjaga tata kerama atau bersifat manis supaya disukai orang .Nenas, durinya juga berarti bahwa pengantin harus menjaga diri, dan begitu pula rasanya yang manis. Nangka dalam bahasa Gorontalo Langge lo olooto, yang berbau harum dan berwarna kuning emas memiliki arti bahwa pengantin tersebut harus memiliki sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna kuning berarti bahwa pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam pendirian.
Yang terakhir sang pengantin mengenakan Pasangan dan Payunga Tilambi'o, yaitu pakaian pengantin wanita dengan tiga perempat tangannya dipakai acara resepsi, di mana pengantin wanita bebas bersuka ria dengan sahabat-sahabat sebaya sebagai penutup acara masa remajanya.
Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan acara "Dutu", di mana kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta dengan membawakan buah-buahan, seperti buah jeruk, nangka, nanas, dan tebu. Setiap buah yang dibawa juga punya makna tersendiri, misalnya buah jeruk bermakna bahwa 'pengantin harus merendahkan diri', duri jeruk bermakna bahwa 'pengantin harus menjaga diri', dan rasanya yang manis bermakna bahwa 'pengantin harus menjaga tata kerama atau bersifat manis supaya disukai orang .Nenas, durinya juga berarti bahwa pengantin harus menjaga diri, dan begitu pula rasanya yang manis. Nangka dalam bahasa Gorontalo Langge lo olooto, yang berbau harum dan berwarna kuning emas memiliki arti bahwa pengantin tersebut harus memiliki sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna kuning berarti bahwa pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam pendirian.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kebudayaan
Gorontalo memiliki ragam budaya yang memiliki potensi besar bagi kekayaan
kebudayaan Indonesia Suku Gorontalo memiliki beragam budaya seperti tari, alat
musik tradisional, adapt istiadat, upacara keagamaan, rumah adapt, pakaian
adat.
Dalam upacara pernikahan
masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau,
kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo berarti
'keberanian dan tanggung jawab; hijau berarti' kesuburan, kesejahteraan,
kedamaian, dan kerukunan '; kuning emas berarti' kemuliaan, kesetian,
kebesaran, dan kejujuran '; sedangkan warna ungu berarti' keanggunanan dan
kewibawaan '.
3.2 Saran
Keaekaragaman
kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan Suku Gorontalo harus senantiasa kita jaga dan kita
lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada tiap-tiap
generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia. Perlu diadakannya penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama
kebudayaan minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan perkembangan
kebudayaannya.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ayolah